FRAMEWORK PERENCANAAN TENAGA KEPERAWATAN
oleh Safrudin
A. Kebijakan Dan Perencanaan
Keterlibatan perawat dalam perumusan kebijakan dan perencanaan program
• Semua kebijakan kesehatan dan program mempengaruhi perawat
• Perawat secara langsung dipengaruhi oleh perubahan pada kebijakan kesehatan
• Keterlibatan perawat membantu percepatan perkembangan profesi keperawatan, termasuk kapasitas dalam bekerjasama secara konstruktif dalam sistem kesehatan
Rencana strategik keperawatan (dokumen kebijakan) sebagai bagian integral dari sistem pengembangan pelayanan kesehatan.
• Memberikan arah yang jelas untuk perkembangan SDM Keperawatan dengan pendekatan terstruktur dan POA yang spesifik serta kerjasama lintas sektor, lintas profesi dsb
• Mekanisme utama untuk pengembangan keperawatan pada suatu negara melalui pembentukan focal point (Direktorat Keperawatan), Badan Regulatori/Konsil
• Keterpaduan upaya pengembangan SDM (keterpaduan perencanaan SDM dengan pelayanan, perencanaan untuk SDM terintegrasi misal tim multidisiplin, keterpaduan proses perencanaan lintas disiplin, wilayah dan sektor)
Rencana dan kebijakan terkait dengan sumber dan finansial
• Meningkatkan efisiensi sumber dan cost containtment
• SDM merupakan investment
• Pengembalian investment memerlukan penanaman/ penggunaan finansial awal yang memadai
B. Pendidikan, Pelatihan dan Pengembangan
• Koordinasi antara pendidikan dan pelayanan
• Rekruitmen calon mahasiswa keperawatan
Rekruitmen calon mahasiswa keperawatan tidak hanya kuantitasnya saja, tetapi kualitas calon mahasiswa keperawatan juga sangat penting. Perekruitan sering pada orang-orang yang mempunyai bakat pada keperawatan/kebidanan yang menjadi meningkatnya kepentingan dan tidak hanya pada satu fokus saja. Strategi harus dikembangkan pada calon mahasiswa yang tidak mampu dari golongan sosial ekonomi rendah, yang mempunyai kualitas yang potensial sebagai perawat dan bidan (WHO, 2003).
• Pendidikan berdasarkan kompetensi
Burns menyatakan bahwa pendidikan berbasis kompetensi menguraikan perilaku nyata yang dituntut melalui peserta didik. Perilaku nyata ini sering disebut Obyektif Perilaku Terminal (OPT). Burns juga menyatakan bahwa objektif perilaku terminal adalah pernyataan secara jelas dan tertulis yang ekspresikan dari pandangan peserta didik yang menggambarkan perilaku nyata (dan kondisi dimana perilaku akan dijalankan) peserta didik yaitu untuk menunjukkan pada kahir periode instruksi. Obyektif perilaku terminal adalah pandangan ringkas, khusus yang diekspresikan dari pandangan peserta didik dan gambaran perilaku (Swansburg RC, 2001).
Obyektif perilaku terminal memerlukan tes kriteria referensi yang mengukur pemenuhan obyektif program. meskipun obyektif bukan jawaban untuk semua gambaran pendidikan, waktu yang digunakan dalam pengembangan OPT adalah bermanfaat (Swansburg RC, 2001).
Tiga elemen penting tentang obyektif kriteria yang berpusat pada peserta didik (Swansburg RC, 2001):
1. Kondisi: suatu deskripsi tenang pengujian lingkunngan yang mencakup masalah, materi dan bahan yang akan diberikan atau secara khusus ditiadakan dari pengukuran.
2. Kinerja: Perilaku peserta didik yang dapat diamati (atau produk dari perilaku tersebut) yang dapat diteima untuk instruktor sebagai bukti bahwa pembelajaran telah terjadi.
3. Standar: kriteria kualitatif dan kuantitatif terhadap kinerja peserta didik atau produk dimana kinerja akan diukur untuk menentukan keberhasilan pembelajaran.
Terdapat hirarkis tentang obyektif seperti didefinisikan dalam tiga taksonomi obyektif pendidikan yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Pada domain kognitif, hirarkis mencakup perilaku obyektif yang sesuai dengan ingatan atau pengenalan tentang pengetahuan dan pengembangan kemampuan dan ketrampilan intelektual. Domain afektif mempunyai obyektif yang menekankan perasaan dan emosi, seperti nilai, minat, apresiasi dan sikap. Domain psikomotor mempunyai obyektif yang menekankan ketrampilan motorik seperti melakukan, mempraktikkan dan mendemonstrasikan (Swansburg RC, 2001).
Karakteristik lain tentang obyektif adalah sebagai berikut (Swansburg RC, 2001):
a) Karakteristik dapat langsung diukur, dinilai atau diverifikasi.
b) Karakteristik adalah analitis dan tidak terbatas pada perilaku kognitif tingkat rendah.
c) Karakteristik dengan jelas dan secara singkat dinyatakan. Karakteristik menyatakan kondisi dimana peserta didik akan melakukan tugasnya.
d) Karakteristik adalah realistis dalam istilah manusia dan sumber daya fisik serta kemampuan.
e) Karakteristik mengarahkan penggunaan sumber daya melalui aktifitas instruksional.
f) Karakteristik dapat diterima atau praktis.
g) Karakteristik adalah komprehensif.
h) Karakteristik menunjukkan hasil yang diharapkan dari upaya pendidikan dan aktivitas akhir dari kinerja pendidikan.
i) Karakteristik menyatakan tingkat kinerja yang dapat diterima.
j) Karakteristik menunjukkan jaringan kerja peristiwa dan hasil yang diinginkan.
k) Kaakteristik fleksibel dan memungkinkan penyesuaian oleh peserta didik.
l) Karakteristik diketahui peserta didik yang akan menggunakannya.
m) Karakteristik berhubungan dengan kehidupan nyata.
n) Karakteristik ada untuk semua program pendidikan.
• Pembelajaran multidisiplin
• Budaya belajar sepanjang hayat
• Sistem pendidikan berkelanjutan
Pendidikan berkelanjutan adalah gagasan dimana pendidikan berlanjut setelah pendidikan profesional pra pelayanan. Pengetahuan dan teknologi tahap lanjut pada skala kontinu dan menuntut orang tersebut dalam melanjutkan profesi untuk mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan yang berhubungan dengan teknologi tahap lanjut. Dalam keperawatan teknologi ini dihubungkan dengan perawatan pasien. Perawat profesional harus melanjutkan pendidikan dengan sasaran menjadi mampu memberikan asuhan keperawatan efektif yang paling baru (Swansburg RC, 2001).
Pendidikan berkelanjutan didefinisikan oleh ANA adalah aktivitas pendidikan yang direncanakan bertujuan untuk membangun dasar pendidikan dan pengalaman dari perawat profesional untuk meningkatkan praktik, pendidikan, adminsitrasi, penelitian atau pengambangan teori sampai akhirnya perbaikan kesehatan masyarakat (Swansburg RC, 2001).
C. Penempatan Dan Utilisasi
• Keterampilan dan kompetensi komplementer
• Infrastruktur keperawatan yang relevan
• Manajemen dan kepemimpinan yang efektif
• Kondisi kerja yang memadai dan pekerjaan yang terorganisasi secara efisien
• Sistem supervisi teknis
• Kesempatan pengembangan karir
Pengembangan staf sedang bergerak naik dari orientasi tipikal dan pendidikan dalam pelayanan, yang menekankan pendidikan berkelanjutan pada tingkat yang lebih tinggi dan menguasai perkembangan karir. Bila pengembangan staf untuk mendapatkan kinerja terbaik dari setiap orang, eksekutif kepala dan kepala departemen harus mengakui bahwa setiap karyawan mempunyai sasaran karir dan impian-impian. Suatu tekanan organisasi harus disusun yang menekankan stabilitas, sensitivitas dan perhatian pada pertumbuhan dan perkembangan setiap karyawan (Swansburg RC, 2001).
Pengembangan staf diselesaikan dengan cara yang lebih terfragmentasi oleh kebanyakan manajer pendidikan dan administratif. Departemen tertentu sering mengontrol kebijakan dan pembayaran biaya perkuliahan, jenjang karir sering dikelola oelh administrasi keperawatan dengan beberapa bantuan dari pendidikan (Swansburg RC, 2001).
Sistem keseluruhan untuk pengembangan staf dapat direncanakan dan diprogramkan, dengan staf yang ada sebagai masukan, pengembangan karir dalam berbagai dimensi sebagai proses pemindahan, dan tingkat pencapaian yang diharapkan sebagai keluaran. Interaksi dengan lingkungan praktik akan terus berlanjut. Perubahan dan umpan balik evaluatif dapat memasukkan kembali sistem pada titik manapun (Swansburg RC, 2001).
Sovie telah menggambarkan peran pengembangan staf dalam mengembangkan karir keperawatan profesional di rumah sakit. Ia mengembangkan model untuk perawat profesional yang dapat dengan mudah diadaptasi untuk penggunaan dalam sistem yang direncanakan atau sistem yang ada. Tiga fase dalam pengembangan perawat adalah sbb (Swansburg RC, 2001):
1) Identifikasi profesional, dimana individu terorientasi pada karir.
2) Maturasi profesional, dimana potensial terhadap perkembangan dan perluasan kompetensi dikenali.
3) Penguasaan profesional, dimana potensial terhadap aktualisasi diri dicapai.
• Sistem insentif
Sistem insentif ekonomi tertentu dapat diterapkan pada hampir semua pekerjaan apapun. Gagasan pokoknya adalah meragamkan bayaran pegawai sesuai dengan kriteria prestasi individu, kelompok atau organisasi (David K & Newstrom JW, 1985).
Insentif yang berhasil dapat menimbulkan imbalan psikologis dan juga imbalan ekonomi. Ada perasaan puas yang timbul dari penyelesaian pekerjaan yang dilakukan dengan baik. Citra diri mungkin meningkat karena perasaan kompeten.
Kelemahan insentif upah adalah sebagai berikut (David K & Newstrom JW, 1985):
a) Insentif upah biasanya mensyaratkan penetapan standar prestasi.
b) Insentif upah dapat memperumit pekerjaan para penyelia.
c) Masalah yang sulit dengan insentif upah adalah goyahnya harkat.
d) Insentif upah dapat menimbulkan ketidakharmonisan antara karyawan insentif dengan karyawan jam-jaman.
• Kepuasan kerja
Faktor yang mempengaruhi penampilan dan kepuasan kerja adalah (Nursalam, 2002) :
1) Motivasi
Menurut Rowlan & Rowland dalam Nursalam (2002) fungsi manajer dalam meningkatkan kepuasan kerja staf didasarkan pada faktor-faktor motivasi, yang meliputi:
- Keinginan untuk peningkatan.
- Percaya bahwa gaji yang didapatkan sudah mencukupi.
- Memiliki kemampuan pengetahuan, ketrampilan dan nilai-nilai yang diperlukan.
- Umpan balik
- Kesempatan untuk mencoba.
- Instrumen penampilan untuk promosi, kerjasama dan peningkatan penghasilan.
2) Lingkungan
Faktor lingkungan juga memegang peranan penting dalam motivasi. Faktor lingkungan tersebut dapat meliputi:
a) Komunikasi
- Penghargaan terhadap usaha yang telah dilaksanakan.
- Pengetahuan tentang kegiatan organisasi
- Rasa pecaya diri berhubungan dengan manajemen organisasi
b) Potensial pertumbuhan
- Kesempatan untuk berkembang, karir dan promosi
- Dukungan untuk tumbuh dan berkembang: pelatihan, beasiswa untuk melanjutkan pendidikan, pelatihan manajemen bagi staf yang dipromosikan.
c) Kebijaksanaan individu
- Mengakomodasi kebutuhan individu: jadwal kerja, liburan dan cuti sakit serta pembiayaannya.
- Keamanan pekerjaan
- Loyalitas organisasi terhadap staf
- Menghargai staf: agama, latar belakang
- Adil dan konsisten terhadap eputusan organisasi.
d) Upah/gaji
- Gaji yang cukup untuk kebutuhan hidup.
e) Kondisi kerja yang kondusif
3) Peran manajer
Ada dua belas kunci utama dalam kepuasan menurut Rowland & Rowland (Nursalam, 2002) :
a) Input
b) Hubungan manajer dan staf
c) Disiplin kerja
d) Lingkungan tempat kerja
e) Istirahat dan makan yang cukup
f) Diskriminasi
g) Kepuasan kerja
h) Penghargaan penampilan
i) Klarifikasi kebijaksanaan, prosedur dan keuntungan
j) Mendapatkan kesempatan
k) Pengambilan keputusan
l) Gaya manajer.
DAFTAR PUSTAKA
Swansburg, RC. 2001. Pengembangan staf keperawatan: suatu komponen pengembangan SDM. Alih bahasa Agung Waluyo, Yasmin Asih. Edisi 1. EGC: Jakarta.
Nursalam. 2002. Manajemen keperawatan: aplikasi dalam praktik keperawatan profesional. Edisi 1. Salemba Medika: Jakarta.
Davis K & Newstrom JW. 1985. Perilaku dalam organisasi. Jilid 1. Edisi 7. Alih bahasa Agus Dharma. Penerbit Erlangga: Jakarta.
WHO. 2003. Nursing and midwifery workforce management: conceptual and framework. WHO Regional office for south east asia: India