Kamis, 08 Agustus 2013

Aku dan Kanker Fibrosarcomaku

Yang terhormat pembaca Blog Manajemen Keperawatan http://mankep.blogspot.com. 
Saya mohon maaf lama tidak mengudate data dan informasi terkait dengan manajemen keperawatan yang semestinya bisa saya lakukan. Saya mau cerita sedikit tentang hal ini: sejak November 2012 saya mengalami gangguan nyeri dipipi kanan dan saya periksakan ke dokter gigi, dan ke dokter bedah serta dokter Onkologi Pada bulan Desember 2012 saya dinyatakan menderita Kanker Fibrosarcoma, dan pada bulan Januari 2013 tepatnya tanggal 2 saya menjalani operasi di RS Negeri di Kota Yogyakarta, kemudian saya rawat inap selama 10 hari disana, pengalaman sepuluh hari membuat saya merasa berharga bagaimana perawatan kanker.

Setelah 10 hari dirumah sakit saya diperbolehkan pulan dan kontrol beberapa kali di RS Sarjito, namun karena kekurang pahaman saya dan ketakutan bayang-bayang tindakan berikutnya tentang radioterapi dan kemoterapi maka perlahan saya mundur dari pengobatan. Selang 2 bulan kemudian, dan selam itu saya beraktifitas mencari pengobatan kemana-mana, ternyata kanker saya semakin membesar dan semakin menjalar dipipi kanan, rongga hidung sebelah kiri, dan juga mulut. Gangguan ini saya rasakan semakin menjadikan saya susah melakukan aktifitas bicara, makan dan juga aktifitas yang lain. Namun demikian Alhmadulillah saya masih dapat beribadah meski dengan kadang menahan hawa yang tidak biasanya saya rasakan terutama hawa dingin yang tidak bisa saya tertahankan. Oleh karena awal berat badan saya yang 95kg turun menjadi 70 kg, membuat lapisan lemak penahan dingin berkurang.

bulan Juni 2013 akhirnya saya memutuskan untuk berobat ke RS Darmais Jakarta, dengan harapan kepada Alloh subhanahu wata'aala, mendapatkan pengobatan kanker yang sesuai. selama bulan juni inilah saya juga bolak-balik rawat jalan untuk mendapatkan kepastian diagnosa penyakit saya" Alhamdulillah" disini ditemukan jenis kanker penyakit saya seperti pada link ini kanker fibrosarcoma jenis spindell. Namun demikian dokter mengatakan bahwa penyakit ini perlu perawatan yang tidak mudah dan dengan kondisi saat ini saya dinyatakan " perawatan paliatif" perawatan terminal kata dokter. 

Sempat shock saya mendengarnay, namun saya tahu Alloh pasti punya kehendak yang berbeda. saya terus berusaha untuk kuat, semangat menghadapi semuanya. Tepat tanggal 16 Juli 2013 saya mendapatkan perawatan rawat inap dengan alasan saya mengalami sesak nafas dan harus dibuat jalan nafas buatan, sehingga apapun yang dilakukan untuk yang terbaik, ; berupa tindakan trakeostomi; sejak tanggal itulah sampai dengan hari jumat ini saya baru bisa update untuk curhat pada pembaca. 

Kondiri ini tidak mudah bagi saya, dukungan terus mengalir alhamdulillah dari berbagai arah, teman2 teman saya dulu, Adik kelas Akper angkatan 1999-2000, mantan murid saya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, Ketua Stikes Muhammadiyahh Gombong, BPH Stikes Muhammadiyah Gombong, PCM Gombong dan juga rekan dokter dari RS PKU Muhammadiyah Gombong, serta yang lain sodara yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Dan yang paling luar biasa adalah Ibu saya yang senantiasa mendampini saya sejak awal mondok hingga sampai dengan saat ini beliau selalu menemani di Rumah Sakit Darmais.

Pengobatan kanker ternyata membutuhkan hal yang tidak sedikit, apalagi dengan kondisi saya sebagai "dosen tetap" tidak memiliki Jaminan kesehatan yang memadai pengobatan kanker memerlukan biaya yang cukup banyak, sehingga kondisi ini mungkin menjadi pemikiran dan beban juga dalam keluarga saya, Alhamdulillah sebagian dapat tertopang hingga saat ini, dan semoga dapat bertahan sampai usaha saya untuk mendapatkan kesembuhan dari Alloh SWT.

Sebenarnya terlalu naif untuk menuliskan hal ini namun apa daya; saya memohon dukungan dan doa untuk kesembuhan saya dari Anda semua. tetapi saya juga tidak bisa menolah apabila berkenan akan memberikan sumbangan dapat Anda lakukan melalui rekening saya An. Safrudin Agus Nursalim BCA 7675015104 dan Rek BNI 0223539175 ...

Demikian curhatan saya, atas doanya dan bantuannnya kami ucapkan terima kasih.
Saya pengin curhat tentang pengalaman saya mendapatkan RIZKI KANKER FIBROSARCOMA dan TRAKEOSTOMI di seri berikutnya. Semoga saya mendapatkan umur yang panjang. Aamiin

Rabu, 22 Mei 2013

Perilaku Konsumen dan Aplikasinya


1.      Konsumen

Dalam buku consumer behavior in tourism john swarbrooke dan susan honer (2003) mengatakan bahwa perilaku konsumen adalah kunci penopang semua aktivitas marketing yang dilaksanakan untuk pengembangan, promosi dan penjual produk wisata. Selain itu tidak ada dua individu yang sama astu dengan yang lainnya dan perbedaan dalam sikap, persepsi, emage/citra, motivasi mempunyai pengaruh yang penting dalam keputusan perjalanan. Factor-faktor yang mempengaruhi tersebut dihubungkan dekat dengan model-model perilaku konsumen. 
Menurut loudon della bitta (1993:8), perilaku konsumen adalah proses pengambilan krputusan dan kegiatan fisik perseorangan yang dilakukan dalam mengevaluaisi, mendapatkan, menggunakan atau menolak barang dan jasa. Ditegaskan oleh Horner dan Swarbrooke (1996), perilaku konsumen  mempelajari mengapa orang membeli produk yang mereka beli dan bagaimana mereka membuat keputusan tersebut.
Perilaku konsumen adalah proses dan aktivitas ketika seseorang berhubungan dengan pencarian, pemilihan, pembelian, penggunaan, serta pengevaluasian produk dan jasa demi memenuhi kebutuhan dan keinginan.
Perilaku konsumen merupakan hal-hal yang mendasari konsumen untuk membuat keputusan pembelian.
Untuk barang berharga jual rendah (low-involvement) proses pengambilan keputusan dilakukan dengan mudah, sedangkan untuk barang berharga jual tinggi (high-involvement) proses pengambilan keputusan dilakukan dengan pertimbangan yang matang.

2.      Aplikasi
Pemahaman akan perilaku konsumen dapat diaplikasikan dalam beberapa hal :
1.      untuk merancang sebuah strategi pemasaran yang baik, misalnya menentukan kapan saat yang tepat perusahaan memberikan diskon untuk menarik pembeli.
2.      perilaku konsumen dapat membantu pembuat keputusan membuat kebijakan publik. Misalnya dengan mengetahui bahwa konsumen akan banyak menggunakan transportasi saat lebaran, pembuat keputusan dapat merencanakan harga tiket transportasi di hari raya tersebut.
3.      Aplikasi ke tiga adalah dalam hal pemasaran sosial (social marketing), yaitu penyebaran ide di antara konsumen.
Dengan memahami sikap konsumen dalam menghadapi sesuatu, seseorang dapat menyebarkan ide dengan lebih cepat dan efektif. Dan juga dapat memberikan gambaran kepada para pemasar dalam pembuatan produk, penyesuaian harga produk, mutu produk, kemasan dan sebagainya agar dalam penjualan produknya tidak menimbulkan kekecewaan pada pemasar tersebut.
Selanjutnya silahkan download full disini …

Sabtu, 05 Januari 2013

Kepemimpinan Dalam Keperawatan


A.    Pengertian / Istilah
1        Kepemimpinan
a.       Menurut Stogdill :
Proses mempengaruhi aktifitas suatu kelompok yang terorganisasi dalam usahanya mencapai penetapan tujuan dan pencapaian tujuan
b.      Menurut Gardner:
Proses bujukan dan contoh dimana seseorang individu atau tim kepemimpinan mempengaruhi kelompok untuk mengambil tindakan yang sesuai dengan tujuan pemimpin tersebut atau sesuai dengan tujuan bersama
c.       Menurut Merton:
Kepemimpinan sebagai suatu transaksi sosial dimana seseorang mempengaruhi orang lain.
d.      Menurut Mc Gregor:
Kepemimpinan merupakan suatu hubungan yang sangat kompleks yang berubah bersama waktu seperti perubahan yang dilakukan oleh manajemen, serikat kerja atau kekuatan luar.
e.       Menurut Talbott:
Kepemimpinan merupakan bahan vital yang merubah suatu kerumunan  orang menjadi organisasi yang berfungsi dan bermamfaat.

2        Pemimpin
Adalah seorang yang akan diikuti / dipatuhi oleh orang lain secara sukarela / tanpa paksaan. (Lundberg, 1982)
3        Manager
Adalah seorang yang melaksanakan fungsi menejerial

  1. Karateristik Pemimpin yang baik
Pemimpin yang baik hendaknya memiliki karateristik sebagai berikut:
1.      Tanggung Jawab yang Seimbang.
Keseimbangan dini adalah antara tanggung jawab terhadap pekerjaan yang dilakukan dan tanggung jawab terhadap orang yang harus mengerjakan pekerjaan tersebut.
2.      Mode Perencanaan yang Positif.
Seorang pemimpin yang baik harus dapat dijadikan panutan dan contoh oleh bawahannya. Misalnya ia mengharapkan bawahannya untuk tepat waktu. Maka pemimpin tersebut harus bersikap tepat waktu dalam memenuhi janji atau melaksanakan tugasnya.
3.      Memilih Keterampilan Komunikasi Yang Baik
Pemimpin harus dapat menyampaikan ide-idenya secara singkat dan jelas, serta dengan cara yang tepat.
4.      Memiliki Pengaruh yang Positif.
Seorang pemimpin yang baik memiliki pengaruh terhadap bawahannya  dan menggunakan pengaruh tersebut untuk hal hal yang positif.
5.      Mempunyai Kemampuan Untuk Meyakini Orang Lain
Peminpin yang sukses adalah pemimpin yang dapat menggunakan keterampilan komunikasi dan pengaruhnya untuk meyakinkan orang lain terhadap ide-idenya / sudut pandangnya serta mengarahkan mereka pada tanggung jawab terhadap ide / sudut pandangnya tersebut.

  1. Gaya Kepemimpinan
Adalah suatu cara yang digunakan peminpin dalam berinteraksi dengan bawahannya. Umumnya dikenal 5 gaya kepemimpinan, yakni:
1.      Kepemimpinan otokratis.
Disebut juga kepemimpinan diktator atau directif. Orang yang menganut pendekatan ini mengambil keputusan tanpa berkonsultasi dengan para bawahannya yang harus melaksanakan keputusannya atau karyawan yang dipengaruhi keputusan tersebut.
2.      Kepemimpinan demokratis.
Gaya kepemimpinan ini dikenal pula dengan kepemimpinan konsultif atau konsensus. Orang yang menganut pendekatan ini melibatkan para karyawan yang harus melaksanakan keputusan dalam proses perbuatannya. Sebenarnya yang membuat keputusan akhir adalah pemimpin, namun sebelumnya telah menerima masukan dan rekomendasi dari anggota tim.
3.      Kepemimpinan partisipatif.
Gaya kepemimpinan ini juga dikenal dengan istilah kepemimpinan terbuka, bebas dan non directif. Orang yang menganut pendekatan ini hanya sedikit memegang kendali dalam proses pengambilan keputusan. Ia menyajikan informasi mengenai sesuatu permasalahan dan memberikan kesempatan kepada anggota tim ( bawahan ) untuk mengembangkan strategi dan pemecahannya.
4.      Kepemimpinan berorientasi pada tujuan
Gaya kepemimpinan ini juga disebut kepemimpinan berdasarkan hasil-hasil atau sasaran. Orang yang menganut pendekatan ini meminta anggota tim / bawahannya untuk memusatkan perhatian hanya pada tujuan / sasaran yang ada.
5.      Kepemimpinan situasional.
Gaya kepemimpinan ini dikeanl sebagai kepemimpinan tidak tetap. Asumsi yang digunakan dalam gaya ini adalah bahwa tidak ada suatupun gaya kepemimpinan yang tepat bagi setiap manager dalam semua kondisi.

Pada era globalisasi, dalam dunia keperawatan para manager keperawatan tidak hanya melakukan pendekatan terhadap 5 gaya kepemimpinan yang disebut diatas. Namun harus memiliki gaya kepemimpinan yang berdasarkan nilai-nilai luhur keperawatan yang didasarkan pada falsafah keperawatan dengan memberikan pelayanan yang cepat dan tepat melalui manajemen operasional dan manajemen asuhan keperawatan.

  1. Pemimpin Keperawatan ( Nursing Manager)
Kepemimpinan keperawatan mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap pasien meskipun mereka kelihatannya jauh dari pasien. Para pemimpin keperawatan melakukan kontak dengan pasien secara langsung maupun tidak langsung.  Stomer (1985) mengemukakan sebaiknya seorang pemimpin keperawatan / manager keperawatan mendorong stafnya untuk melaksanakan melalui:
1.      Membuat kebijaksanaan yang jelas dan mendorong perilaku etikal.
2.      Tanggung jawab kepemimpinan.
3.      Menyebarluaskan kode etik melalui teknik kerja yang aktif.
4.      Mendorong staf untuk menambah pengetahuannya melalui kursus-kursus, pelatihan atau pendidikan keperawatan berkelanjutan.

Hal-hal yang perlu dilakukan untuk menjadi seorang pemimpin keperawatan yang sukses adalah sebagai berikut:
1.      Meluaskan pandangan hari ini kemasa depan
2.      Mengetahui posisi diri.
3.      Sensitif terhadap masalah dan melihat pengaruhnya.
4.      Mengikuti  kecenderungan / perubahan-perubahan.
5.      Mempelajari alat / hal-hal yang harus dikuasai
6.      Berfikir terus-menerus
7.      Pendengar yang baik.
8.      Mempelajari peraturan.
9.      Mencegah merendahkan orang lain.
10.  Mengembangkan keadaan yang tidak menentang.
11.  Belajar mempercayai.
12.  Meningkatkan harga diri.
13.  Gembira.
14.  Berusaha untuk maju.
15.  Menjadi seorang pemimpin.
Dengan demikian seorang pemimpin keperawatan harus memahami kunci-kunci keterampilan dalam manajemen keperawatan antara lain:
1.      Keterampilan berkomunikasi.
2.      Keterampilan memberi motivasi kepada staf.
3.      Keterampilan kepemimpinan.
4.      Keterampilan mengatur waktu.
5.      Penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan.

  1. Penerapan Kepemimpinan Dalam Keperawatan
Mengimplementasikan kepemimpinan dalam keperawatan merupakan tanggung jawab perawat, melalui kepemimpinan yang efektif diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan. Untuk itu diperlukan suatu keterampilan kepemimpinan. Kepemimpinan yang efektif divisualisasikan sebagai suatu rantai yang kokoh, dimana satu dengan lainnya saling berhubungan.
Menurut Kron (1981), dalam bukunya "The Management of Patient Care " memaparkan tentang kegiatan-kegiatan untuk mencapai kepemimpinan yang efektif melalui :
1.      Perencanaan dan pengorganisasian.
Adalah pekerjaan / kegiatan yang harus dilakukan oleh perawat. Untuk itu diperlukan koordinasi sehingga semua kegiatan dapat dikerjakan dengan baik. Adalah menjadi suatu kewajiban perawat menciptakan suasana yang memberikan kenyamanan dan keamanan pada pasien melalui suatu pengorganisasian yang baik.

2.      Membuat penegasan dan memberi pengarahan (making assigments and giving directions)
Dengan berbagai metode dalam memberi penugasan di rumah sakit maka diperlukan memberi pengarahan secara jelas dan singkat.
3.      Memberi bimbingan (Providing guidence)
Bimbingan adalah suatu alat yang penting dalam keperawatan. Pemimpin harus memiliki kemampuan untuk membantu stafnya dalam melaksanakan tugas-tugas yang diberikan, sehingga pasien mendapat kepuasan dalam asuhan keperawatan.
4.      Mendorong kerja sama dan partisipasi (Encouraging cooperation and participation)
Kerjasama merupakan hubungan yang erat untuk dapat berpartisipasi, misalnya perawat melakukan kesalahan maka berikan informasi dan jelaskan melalui suatu diskusi. Hargai upaya yang telah dilakukan sehingga nanti dapat mengkoreksi kesalahannya. Oleh karena itu proses kepemimpinan keperawatan dalam kerja sama tim (team work) adalah sangat penting sehingga dapat meningkatkan kerja sama antara perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan.
5.      Mengkoordinasikan kegiatan ( Coordinating Activities)
Mengkoordinasikan kegiatan dalam suatu unit/ruangan merupakan kegiatan yang penting dalam kepemimpinan keperawatan. diinformasikan kepada perawat tentang kegiatan yang ada diruangan, dibutuhkan juga laporan tentang pencapaian pekerjaan oleh staf perawat.
6.      Observasi/supervisi (Observing or Supervising)
Mengawasi staf perawat dan pekerjaannya merupakan tanggung jawab yang besar dari seorang pemimpin keperawatan. Dibutuhkan kemampuan untuk meneliti asuhan keperawatan yang dibedakan pada pasien dengan aspek individunya. Untuk dibutuhkan juga di dalam pengawasan / observasi tidak hanya penampilan fisik tetapi kemungkinan emosi dan pengertian dari staf dalam memberi asuhan keperawatan.
7.      Evaluasi Hasil penampilan kerja (evaluating performance results)
Evaluasi merupakan proses berkelanjutan untuk menganalisa kekuatan dan kelemahan staf dalam bekerja sehingga dapat mendorong mereka bekerja dengan baik. Seorang pemimpin juga harus mengevaluasi dirinya sendiri baik sebagai perawat ataupun sebagai peminpin secara jujur.


DAFTAR PUSTAKA

Andrew Mc. Chile, MA, Phd., Penerapan Psikologi Dalam Perawatan, Yayasan Esentia Medika, Yogyakarta, 1996.
Charles Abraham, Eaman Shanley, Editor Yasmin Asih, S.Kp., Psikologi Sosial Untuk Perawat, EGC, Jakarta, 1997.
Elaine  L. La Monica,  alih   bahasa   Dra. Elly  Nurachman, S.Kp.,  M.App.Sc., Kepemimpinan & manajemen Keperawatan, EGC, Jakarta, 1998.
Thara Kron, RN, BS, The Management of Patient Care , WB. Saunders Company, Philadelphia, 1981

Rabu, 02 Januari 2013

KONSEP BERUBAH DALAM MANAJEMEN


NAMA   : DIAN RATNANINGRUM
NIM       : A01001346
KELAS  : II B

KONSEP BERUBAH DALAM MANAJEMEN

A.    Pengertian

1.      Perubahan adalah hal yang pasti terjadi, termasuk di dalam konteks organisasi. Perubahan terjadi karena yang menjalankan organisasi adalah manusia, dan manusia terus berubah. Sering dikatakan satu hal yang pasti terjadi di dunia adalah perubahan.
2.      Berubah merupakan kegiatan atau proses yang membuat sesuatu atau seseorang berbeda dengan keadaan sebelumnya (Atkinson,1987).
3.      Sonnenberg, dalam Managing With A Conscience: How to Improve Performance Through Integrity, Trust, And Commitment (1994) menyatakan bahwa di dunia ini perubahan terjadi setiap hari, sehingga menjalankan usaha seperti biasa adalah merupakan resep yang dapat menjamin kegagalan. Agar berhasil, perusahaan harus merangkul perubahan.
Pengertian perubahan secara umum menurut Stephen Robbins dalam Organizational behavior (2009), adalah membuat sesuatu terjadi. Dalam organisasi, perubahan dapat terjadi dalam lingkup yang kecil, tentang sesuatu yang kecil, dan perubahan yang kecil-kecil ini terjadi secara terus menerus.

B.     Konteks perubahan
Dalam kaitannya dengan konteks perubahan Balogun dan Hailey dalam bukunya yang berjudul Exploring Strategic Change (2004) merumuskan suatu model berupa kaledoskop perubahan yang merupakan fitur fitur atau aspek kontekstual yang perlu dipertimbangkan dalam memutuskan suatu perubahan, fitur tersebut yaitu:
1. Time: seberapa cepat perubahan diperlukan? Apakah organisasi dalam keadaan krisis atau apakah itu terkait dengan pengembangan strategi jangka panjang?
2. Scope: tingkatan perubahan yang bagaimana yang dibutuhkan? Penyesuaian atau trasformasi? Apakah perubahan mempengaruhi seluruh organisasi atau hanya sebagaian.
3. Preservation: aset, karakteristik, praktik organisasi apa yang perlu tetap dijaga dan dilindungi selama perubahan
4. Diversity: apakah staf dan profesional dan divisi dalam organisasi bersifat homogen atau lebih beragam dalam hal nilai nilai, norma, adan perilaku?
5. Capability: apa tingkatan kemampuan organisasi, manajerial, dan personal untuk melaksanakan perubahan?
6. Capacity: seberapa besar sumber daya yang mampu diinvestasikan oleh organisasi dalam perubahan yang diajukan terutama dalam hal keuangan, SDM, dan waktu.
7. Readiness for Change: Seberapa siap anggota organisasi dalam melakukan perubahan? Apakah mereka menyadari akan kebutuhan perubahan dan termotivasi untuk melaksanakan perubahan?
8. Power: apakah kekuasaan diberikan dalam organisasi. Seberapa besar kebebasan hak dalam memilih yang dibutuhkan oleh unit untuk berubah, dan yang dimiliki oleh pimpinan perubahan?

C.    Berikut Faktor Pendorong Perubahan :
1.  Lingkungan Eksternal: tingkat persaingan, politik, ekonomi, kekuatan global, demografik, sosial, teknologi, konsumen
2.  Lingkungan Internal: silus kehidupan produk, pergantian pimpinan, ketersediaan sumber daya internal, konflik.

D.    Proses Perubahan.
1.  Mencairkan: melibatkan penghancuran cara normal orang yang melakukan sesuatu-mmemutuskan pola,kebiasaan,dan rutinitas sehingga orang siap untuk menerima alternatifbaru(hersey, Blanchard) atau mengurangi kekuatan untuk mengurangi status quo, menciptakan kebutuhan akan perubahan, meminimalisasi tantangan terhadap perubahan seperti memberikan masalah proaktif.
Contoh :Refresing,kegiatan_kegiatan baru.
2.  Memindahkan: mengembangkan perilaku, nilai dan sikap yang baru.
3.  Membekukan kembali:akan terjadi jika prilaku baru sudah menjadi bagian dari kepribadian seseorang.dengan cara memperkuat, mengevaluasi, dan membuat modifikasi konstruktif.

E.     Konsep Perubahan.
1.  First order change : berlangsung terus menerus & bukan perubahan besar bagi keseluruhan organisasi.
2.  Second order change: perubahan radikal semua organisasi.

F.     Karakteristik Agen Perubahan.
1. Keteguhan hati – mengakui apa yang terjadi di masa lalu & mampu melihat perbedaannya.
2. Visibilitas – kemampuan untuk melihat & memberikan dukungan terhadap ide & tindakan seseorang.
3.  Ketekunan – kesabaran & kamantapan usaha yang dibutuhkan untuk mencapai hasil.
4.  Dorongan motivasi – tidak pernah mundur & menyerah apa yang telah dilakukan & selalu mendorong pada peluang ke depan.

G.    Ketrampilan Yang Diperlukan Untuk Beerubah.
1.      Kemampuan mendengarkan.
2.      Kemampuan meningkatkan pendidikan.
3.      Mengerti akan kebutuhan & bisa memotivasi orang lain

H.    Kegagalan Perubahan.
1.      Manajer tidak menguasai prinsip manajemen perubahan.
2.      Manajer tergoda pada “solusi mudah” dan “perbaikan cepat”.
3.      Manajer tidak menganggap penting aspek budaya dan kepemimpinan dalam perubahan.
4.      Manajer mengabaikan aspek manusia dalam mengelola perubahan.

I.       Resistensi Pada Perubahan.
Resistensi Terhadap Perubahan
Pada dasarnya, melakukan perubahan merupakan usaha untuk memanfaatkan peluang untuk mencapai keberhasilan. Karena itu melakukan perubahan mengandung resiko, yaitu adanya resistensi atau penolakan terhadap perubahan. Dalam konteks ini Ahmed, Lim & Loh di dalam Learning Through Knowledge Management (2002) secara tegas menyatakan bahwa resistensi terhadap perubahan adalah tindakan yang berbahaya dalam lingkungan yang penuh dengan persaingan ketat. Resistensi terhadap perubahan dapat dikelompokan menjadi dua kategori, yaitu resistensi individu dan resistensi organisasi. Pengertian resistensi individu adalah penolakan anggota organisasi terhadap perubahan yang diajukan oleh pimpinan organisasi. Beberapa faktor resistensi yang lazim terjadi dalam perubahan organisasi adalah sebagai berikut:
1. Kebiasaan kerja. Orang sering resisten terhadap perubahan karena menganggap kebiasaan yang baru dianggap merepotkan atau mengganggu.
2. Keamanan. Seperti takut dipecat, atau kehilangan jabatan
3. Ekonomi. Faktor ekonomi seperti gaji paling sering dipertanyakan, karena orang sangat tidak megharapkan gajinya turun.
4. Sesuatu yang tidak diketahui. Istilah lain yang sering dipakai mengenai resistensi terhadap perubahan adalah karena setiap perubahan akan mengganggu comfort zone (zona nyaman), yaitu kebiasaan-kebiasaan kerja yang selama ini dirasakan nyaman, Sonnenberg dalam kaitannya dengan hal ini mengidentifikasi tujuh alasan mengapa orang resisten terhadap perubahan, yaitu:
1. Procastination. Kecenderungan menunda perubahan, karena merasa masih banyak waktu untuk melakukan perubahan.
2. Lack of motivation. Orang berpendapat bahwa perubahan tersebut tidak memberikan manfaat sehingga enggan berubah
3. Fear of failure. Perubahan menimbulkan pembelajaran baru. Orang takut kalau nantinya ia tidak memiliki kemampuan yang baik tentang sesuatu yang baru tersebut sehingga ia akan gagal.
4. Fear of the unkown. Orang cenderung merasa lebih nyaman dengan hal yang diketahuinya dibandingkan dengan hal yang belum diketahui. Perubahan berarti mengarah kepada sesuatu yang belum diketahui.
5. Fear of loss. Orang takut kalau perubahan akan menurunkan job security, power, t atau status.
6. Dislike the innitiator of change. Orang sering sulit menerima perubahan jika mereka raterhadap kepiawaian inisiator perubahan atau tidak menyukai anggota agen perubahan.
7. Lack of communication. Salah pengertian akan apa yang diharapkan dari perubahan, informasi yang disampaikan tidak utuh dan komprehensif.



J.      Penanggulangan Resistensi
Kotter dan Schlesinger, dalam ‘Choosing Strategies for Change’ (Harvard Business Review-Juli – Agustus, 2008), merumuskan enam cara untuk menanggulangi resistensi terhadap perubahan. Robbins (2005), mengkaji berbagai taktik untuk menanggulangi resistensi terhadap perubahan, namun kemudian memutuskan untuk merangkum keenam taktik yang dirumuskan oleh Kotter & Schlesinger (2008) sebagaimana rangkuman berikut.
1. Pendidikan dan Komunikasi. Menerapkan komunikasi terbuka kepada seluruh anggota. Komunikasi dapat dilakukan dalam bentuk lisan, tulisan, atau lisan dan tulisan. Dengan demikian seluruh anggota organisasi dapat menerima informasi dari satu sumber. Informasi yang disampaikan harus jelas, baik alasan mengapa dilakukan perubahan, tujuan melakukan perubahan, dan manfaat perubahan bagi seluruh organisasi.
2. Partisipasi. Sebelum mengaplikasikan rancangan perubahan yang telah diformulasikan, pimpinan puncak dan agen perubahan harus dapat mengidentifikasi siapa-siapa yang resisten terhadap perubahan. Orang orang yang resisten kemudian dilibatkan dalam membahas faktor faktor yang menimbulan perubahan.
3. Fasilitas dan dukungan. Agen perubahan harus dilatih sedemikian rupa agar dapat memfasilitasi dan membantu anggota organisasi yang menghadapi kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan perubahan yang telah dirancang. Jika perlu agen perubahan dapat menyelenggarakan pelatiha atau seminar seminar untuk meningkatkan pemahaman tentang perubahan tersebut.
4. Negoisasi. Dilakukan jika agen perubahan menemui resistensi perubahan dari orang tertentu. Orang tersebut diundang untuk berdiskusi dan negosiasi.
5. Manipulasi dan kooptasi. Yang dimaksud dengan manipulasi adalah menonjolkan suatu realita sehingga terlihat dan terasa akan sangat menarik. Sedangkan kooptasi adalah kombinasi dari manipulasi dan partisipasi. Dengan menonjolkan suatu realita sehingga terlihat menarik orang yang resisten diajak berdiskusi dan membuat keputusan tentang faktor faktor yang mempengaruhi pentingnya melakukan perubahan.
6. Paksaan. Taktik ini adalah penerapan ancaman atau pemaksaan terhadap orang yang resisten terhadap perubahan. Pemindahan atau rotasi, tidak promosi, pemecatan, adalah beberapa bentuk paksaan. Dalam rumusan cara-cara penanggulangan resistensi terhadap perubahan, Kotter dan Schlesinger (2008) menggabungkan pendidikan dan komunikasi sebagai satu cara. Dalam praktiknya, pendidikan dapat juga dijadikan sebagai satu taktik tersendiri. Orang orang yang resisten terhadap perubahan dapat juga ditanggulangi dengan menyekolahkan mereka untuk memperoleh pendidikan yang lebih tinggi. Diharapkan, selama mereka mengikuti pendidikan, pola pikir mereka akan berubah dan akan lebih memahami perubahan yang akan dilakukan.

K.    Strategi Rasional Empirik
1.      StrateLingkungan Eksternal: tingkat persaingan, politik, ekonomi, kekuatan global, demografik, sosial, teknologi, konsumen.
2.      Lingkungan Internal: silus kehidupan produk, pergantian pimpinan, ketersediaan sumber daya internal, konflik.
3.      Lingkungan Eksternal: tingkat persaingan, politik, ekonomi, kekuatan global, demografik, sosial, teknologi, konsumen.
4.      Lingkungan Internal: silus kehidupan produk, pergantian pimpinan, ketersediaan sumber daya internal, konflik

Strategi ini didasarkan karena manusia sebagai komponen dalam perubahan memiliki sifat rasional untuk kepentingan diri dalam berperilaku. Untuk mengadakan suatu perubahan strategi rasional dan empirik yang didasarkan dari hasil penemuan atau riset untuk diaplikasikan dalam perubahan manusia yang memiliki sifat rasional akan menggunakan rasionalnya dalam menerima sebuah perubahan. Langkah dalam perubahan atau kegiatan yang diinginkan dalam strategi rasional empirik ini dapat melalui penelitian atau adanyadesiminasi melalui pendidikan secara umum sehingga melalui desiminasi akan diketahui secara rasional bahwa perubahan yang akan dilakukan benar-benar sesuai dengan rasional.Strategi  ini juga dilakukan pada penempatan sasaran yang sesuai dengan kemampuan dan keahlian yang dimiliki sehingga semua perubahan akan menjadi efektif dan efisien, selain itu juga menggunakan sistem analisis dalam pemecahan masalah yang ada.

Strategi Reedukatif Normatif.
Strategi ini dilaksanakan berdasarkan standar norma yang ada di masyarakat. Perubahan yang akan dilaksanakan melihat nilai nilai normatif yang ada di masyarakat sehingga tidak akan menimbulkan permasalahan baru di masyarakat. Standar norma yang ada di masyarakat ini di dukung dengan sikap dan sistem nilai individu yang ada di masyarakat. Pendekatan ini dilaksanakan dengan mengadakan intervensi secara langsung dalam penerapan teori-teori yang ada.Strategi ini dilaksanakan dengan cara melibatkan individu, kelompok atau masyarakat dan proses penyusunan rancangan untuk perubahan. Pelaku dalam perubahan harus memiliki kemampuan dalam berkolaborasi dengan masyarakat. Kemampuan ilmu perilaku harus dimiliki dalam pembaharu.

Strategi  Paksaan- Kekuatan.
Dikatakan strategi paksaan-kekuatan karena adanya penggunaan kekuatan atau kekuasaan yang dilaksanakan secara paksa dengan menggunakan kekuatan moral dan kekuatan politik.Strategi ini dapat dilaksanakan dalam perubahan sistem kenegaraan, penerapan sistem pendidikan dan lain-lain.

L.     Menurut Tiffany Dan Lutjens (1989) Telah Mengidentifikasi Tujuh Strategi Berubah  Yang Cocok Dengan Kontinum Dari Yang Paling Netral Sampai Yang Paling Koersif.

1.      Edukasi
Strategi  ini memberikan suatu presentasi fakta yang relatif tidak bisa yang dimaksudkan untuk berfungsi sebagai justifikasi rasional atas tindakan yang terencana.
2.      Fasilitatif
Strategi  ini memberikan sumber penting untuk berubah.Strategi  ini mengasumsikan bahwa orang ingin berubah, tetapi membutuhkan sumber-sumber untuk membuat perubahan tersebut.
3.      Teknostruktural
Strategi ini mengubah teknologi untuk mengakses struktur sosial dalam kelompok atau mengubah srtuktur sosial untuk mendapatkan teknologi.Strategi  ini memengaruhi hubungan antara teknologi, ruang dan struktur. Penggunaan ruang dapat diubah untuk memengaruhi struktur sosial.
4.      Data-based
Strategi ini mengumpulkan dan menggunakan data untuk membuat perubahan sosial. Data digunakan untuk menemukan inovasi yang paling baik guna memecahkan masalah yang dihadapi.
5.      Komunikasi
Strategi  komunikasi menyebarkan informasi sepanjang waktu melalui saluran dalam sistem sosial.
6.      Persuasif
Pemakaian penalaran, debat,dan bujukan dilakukan untuk menyebabkan perubahan.
7.      Koersif
Terdapat hubungan wajib antara perencan dan pengadopsi. Kekuasaan digunakan untuk menyebabkan perubahan.

M.   Tahap-tahap dalam perubahan.

Secara umum tahap tahap perubahan akan meliputi tiga tahap: persiapan, penerimaan, dan komitmen.
1.      Pada tahap persiapan dilakukan berbagai kontak melalui ceramah, pertemuan, maupun komunikasi tertulis. Tujuannya agar tercapai kesadaran akan pentingnya perubahan (change awareness). Ketidakjelasan tentang pentingnya oerubahanakan menjadi penghambat upaya-upaya dalam pembentukan komitmen. Sebaliknya kejelasan akan menimbulkan pemahaman yang baik terhadap pentingnya perubahan, yang mendukung upaya-upaya dalampembentukan komitmen.
2.      Dalam penerimaan, pemahaman yang terbentuk akan bermuara ke dalam dua kutub, yaitu persepsi yang positif di satu sisi atau persepsi negatif di sisi yang lain. Persepsi yang negatif akan melahirkan keputusan untuk tidak mendukung perubahan, sebaliknya persepsi positif yang  melahirkan keputusan untuk memulai perubahan dan merupakan suatu bentuk komitmen untuk berubah.
3.      Tahap komitmen melalui beberapa langkah yaitu instalasi, adopsi, instusionalisasi, dan internalisasi. Langkah instalasi merupakan periode percobaan terhada p perubahan yang merupakan preliminary testing terdapat dua konsekuensi dari langkah ini. Konsekuensi pertama, perubahan dapat diadopsi untuk pengujian jangka panjang. Kedua,  perubahan gugur setelah implementasi pendahuluan yang mungkin disebabkan oleh masalah ekonomi-finansial –politik,perubahan dalam tujuan strategis, dan tingginya vested interest.

N.    Tahapan perubahan menurut Kurt Lewis.
Tahap Pembekuan (Refreezing) Tahap ini merupakan tahap pembekuan dimana seseorang yang mengadakan perubahan kelak mencapai tingkat atau tahapan yang baru dengan keseimbangan yang baru. Proses pencapaian yang baru perlu dipertahankan dan selalu terdapat upaya mendapatkan umpan balik, pembinaan tersebut dalam upaya mempertahankan perubahan yang telah dicapai. Berdasarkan langkah-langkah menurut Kurt Lewin dalam proses perubahan ditemukan banyak hambatan. Hambatan tersebut yang akan mempertahankan status quo (menetap) agar tidak terjadi perubahan. Karena itu diperlukan kemampuan yang benar-benar ada dalam konsep perubahan sesuai dengan tahapan berubah.

O.    Tahap perubahan Rogers E (1962)
 Menurut Rogers E untuk menandakan suatu perubahan perlu ada beberapa langkah yang ditempuh sehingga harapan atau tujuan akhir dari perubahan dapat tercapai. Langkah-langkah tersebut antara lain :
1.      Tahap Awareness Tahap ini merupakan tahap awal yang mempunyai arti bahwa dalam mengadakan perubahan diperlukan adanya kesadaran untuk berubah apabila tidak ada kesadaran untuk berubah, maka tidak mungkin tercipta suatu perubahan.
2.      Tahap Interest Tahap yang kedua dalam mengadakan perubahan harus timbul perasaan minat terhadap perubahan yang selalu memperhatikan terhadap sesuatu yang baru dari perubahan yang dikenalkan. Timbulnya minat akan mendorong dan menguatkan kesadaran untuk berubah.
3.      Tahap Evaluasi Tahap ini terjadi penilaian tarhadap sesuatu yang baru agar tidak terjadi hambatan yang akan ditemukan selama mengadakanperubahan. Evaluasi ini dapat memudahkan tujua dan langkah dalam melakukan perubahan.
4.      Tahap Trial Tahap ini merupakan tahap uji coba terhadap sesuatu yang baru atau hasil perubahan dengan harapan sesuatu yang baru dapat diketahui hasilnya sesaui dengan kondisi atau situasi yang ada, danmemudahkan untuk diterima oleh lingkungan.
5.      Tahap Adoption Tahap ini merupakan tahap terakhir dari perubahan yaitu proses penerimaan terhadap sesuatu yang baru setelah dilakukan uji coba dan merasakan adanya manfaat dari sesuatu yang baru sehingga selalu mempertahankan hasil perubahan.

P.     Tahapan perubahan menurut Lippit.
Teori Havelock Teori ini merupakan modifikasi dari teori Lewin dengan menekankan perencanaan yang akan mempengaruhi perubahan. Enam tahap sebagai perubahan menurut Havelock.
1.      Membangun suatu hubungan.
2.      Mendiagnosis masalah.
3.      Mendapatkan sumber-sumber yang berhubungan.
4.      Memilih jalan keluar.
5.      Meningkatkan penerimaan.
6.      Stabilisasi dan perbaikan diri sendiri.

Q.    Reaksi terhadap perubahan.
Bagi sebagian individu perubahan dapat dipandang sebagai suatu motivator dalam meningkatkan prestasi atau penghargaan. Tapi kadang-kadang perubahan juga dipandang sebagai sesuatu yang mengancam keberhasilan seseorang dan hilangnya penghargaan yang selama ini didapat. apakah seseorang memandang perubahan sebagai suatu hal yang penting atau negatif. Umumnya dalam perubahan sering muncul resistensi atau adanya penolakan terhadap perubahan dalam berbagai tingkat dari orang yang mengalami perubahan tersebut. Menolak perubahan atau mempertahankan status quo ketika berusaha melakukan perubahan, bisa saja terjadi. Karena perubahan bisa merupakan sumber stress. Oleh karenanya timbullah perilaku tersebut. Penolakan sering didasarkan pada ancaman terhadap keamanan dari individu, karena perubahan akan mengubah perilaku yang ada. Jika perubahan menggunakan pendekatan pemecahan masalah maka harus diberitahukan mengenai dampak yang mungkin timbul akibat perubahan.

R.    Respon Terhadap Perubahan.
1.      Menerima dan mendukung.
2.      Tidak menerima – tidak mendukung.
3.      Menolak:
a.       takut akan sesuatu yang tidak pasti (loss of predictability).
b.      takut akan kehilangan pengaruh.
c.       takut akan kehilangan ketrampilan & proficiency.
d.      takut kehilangan reward, benefit.
e.       takut akan kehilangan respect, dukungan, kasih saying.
f.       takut gagal.

S.      Ekologi perubahan
Ada empat tingkat perubahan yang perlu diketahui yaitu pengetahuan, sikap, perilaku, individual, dan perilaku kelompok. Setelah suatu masalah dianalisa, tentang kekuatannya,
maka pemahaman tentang tingkat-tingkat perubahan dan siklus perubahan akan dapat berguna. Hersey dan Blanchard (1977) menyebutkan dan mendiskusikan empat tingkatan perubahan.
1.      Perubahan peratama dalam pengetahuan cenderung merupakan perubahan yang paling mudah dibuat karena bisa merupakan akibat dari membaca buku, atau mendengarkan dosen.
2.      Sedangkan perubahan sikap biasanya digerakkan oleh emosi dengan cara yang positif dan atau negatif. Karenanya perubahan sikap akan lebih sulit dibandingkan dengan perubahan pengetahuan.
3.      Tingkat kesulitan berikutnya adalah perilaku individu. Misalnya seorang manajer mungkin saja mengetahui dan mengerti bahwa keperawatan primer jauh lebih baik dibandingkan beberapa model asuhan keperawatan lainnya, tetapi tetap tidak menerapkannya dalam perilakunya karena berbagai alasan, misalnya merasa tidak nyaman dengan perilaku tersebut.
4.      Perilaku kelompok merupakan tahap yang paling sulit untuk diubah karena melibatkan banyak orang . Disamping kita harus merubah banyak orang, kita juga harus mencoba mengubah kebiasaan adat istiadat, dan tradisi juga sangat sulit.
Bila kita tinjau dari sikap yang mungkin muncul maka perubahan bisa kita tinjau dari dua sudut pandang yaitu perubahan partisipatif dan perubahan yang diarahkan.
1.      Perubahan Partisipatif akan terjadi bila perubahan berlanjut dari masalah pengetahuan ke perilaku kelompok. Pertama-tama anak buah diberikan pengetahuan, dengan maksud mereka akan mengembangkan sikap positif pada subjek. Karena penelitian menduga bahwa orang berperilaku berdasarkan sikap-sikap mereka maka seorang pemimpin akan menginginkan bahwa hal ini memang benar. Sesudah berprilaku dalam cara tertentu maka orang-orang ini menjadi guru dan karenanya mempengaruhi orang lain untuk berperilaku sesuai dengan yang diharapkan. Siklus perubahan partisipatif dapat digunakan oleh pemimpin dengan kekuasaan pribadi dan kebiasaan positif. Perubahan ini bersifat lambat atau secara evolusi, tetapi cenderung tahan lama karena anak buah umumnya menyakini apa yang merekan lakukan. Perubahan yang terjadi tertanam secara instrinsik dan bukan merupakan tuntutan eksterinsik.
2.      Perubahan diarahkan atau paksaan Bertolak belakang dengan perubahan partisifatif, perubahan ini dilakukan dengan menggunakan kekuasaan, posisi dan manajemen yang lebih tinggi memberikan tengatng aarah dan perilaku untuk system dari masalah : aktualnya seluruh organisasi dapat menjadi fokus. Perintah disusun dan anak buah diharapkan untuk memenuhi dan mematuhinya. Harapan mengembangkan sikap positif tentang hal tersebut dan kemudian mendapatkan pengetahuan lebih lanjut. Jenis perubahan ini bersifat berubah-ubah, cenderung menghilang bila manajer tidak konsisten untuk menerapkannya.

T.     Perubahan dalam Keperawatan.
Dalam perkembangannya keperawatan juga mengalami proses perubahan seiring dengan kemajuan dan teknologi. Alasan terjadinya perubahan dalam keperawatan antara lain:
1.      Keperawatan Sebagai Profesi Keperawatan sebagai profesi yang diakui oleh masyarakat dalam memberikan pelayanan kesehatan melalui asuhan keperawatan tentu akan dituntut untuk selalu berubahkearah kemandirian dalam profesi keperawatan, sehingga sebagai profesi akan mengalami perubahan kearah professional dengan menunjukan agar profesi keperawatan diakui oleh profesi bidang kesehatan yang sejajar dalam pelayanan kesehatan.
2.      Keperawatan Sebagai Bentuk Pelayanan Asuhan Keperawatan Keperawatan sebagai bentuk pelayanan asuhan keperawatan professional yang diberikan kepada masyarakat akan terus memenuhi tuntutan kebutuhan masyarakat dengan mengadakan perubahan dalam penerapan model asuhan keperawatan yang tepat, sesuai dengan lingkup praktek keperawatan.
3.      Keperawatan Sebagai Ilmu Pengetahuan Keperawatan sebagai ilmu pengetahuan terus selalu berubah dan berkembang sejalan dengan tuntutan zama dan perubahan teknologi, karena itu dituntut selalu mengadakan perubahan melalui penelitian keperawatan sehingga ilmu keperawatan diakui secara bersama oleh disiplin ilmu lain yang memiliki landasan yang kokoh dalam keilmuan.
4.      Keperawatan Sebagai Komunikasi Keperawatan sebagai komunikasi dalam masyarakat ilmiah harus selalu menunjukkan jiwa professional dalam tugas dan  tanggung jawabnya dan selalu mengadakan perubahan sehingga citra sebagai profesi tetap bertahan dan berkembang.

U.    Penerapan Proses Berubah Dalam:
1.      Pendidikan.
Karena kemajuan zaman maka setiap periode tertentu dalam dunia pendidikan ada pergantian kurikulum untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
2.      Pelayanan keperawatan
Pelayanan keperawatan di rumah sakit a yg dulunya kurang professional,setelah pasien yg datang kesana menjadi sedikit maka rumah sakit tersebut akan melakukan perubahan dengan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan yang lebih berkualitas lagi.
3.      Individu.
Mahasiswa yang dulunya malas belajar dan ketika ujian mendapat nilai d, maka dia bisatermotivasi untuk belajar lebih giat agar mendapat nilai b atau bahkan a, maka terjadi perubahan dalam diri mahasiswa tersebut.
4.      Masyarakat.
Masyarakat yang dulunya kurang menyadari tentang pentingnya akan kebersihan lingkungan sekitar setelah ada salah seorang warga nya menderita penyakit DBD maka masyarakat mulai sadar dan mau  berubah untuk meningkatkan pola hidup bersih.

V.    Berbagai issu dalam perkembangan keperawatan
Telenursing akan berkaitan dengan issu aspek legal, peraturan etik dan kerahasiaan pasien sama seperti telehealth secara keseluruhan. Di banyak negara, dan di beberapa negara bagian di Amerika Serikat khususnya praktek telenursing dilarang (perawat yang online sebagai koordinator harus memiliki lisensi di setiap resindesi negara bagian dan pasien yang menerima telecare harus bersifat lokal) guna menghindari malpraktek perawat antar negara bagian. issu legal aspek seperti akontabilitas dan malprakatek, dsb dalam kaitan telenursing masih dalam perdebatan dan sulit pemecahannya.
Dalam memberikan asuhan keperawatan secara jarak jauh maka diperlukan kebijakan umum kesehatan (terintegrasi) yang mengatur praktek, SOP/standar operasi prosedur, etik dan profesionalisme, keamanan, kerahasiaan pasien dan jaminan informasi yang diberikan. Kegiatan telenursing mesti terintegrasi dengan startegi dan kebijakan pengembangan prakte keperawatan, penyediaan pelayanan asuhan  keperawatan dan sistem pendidikan dan pelatihan keperawatan yang menggunakan model informasi kesehatan/berbasis internet.
Perawat memiliki komitmen menyeluruh tentang perlunya mempertahankan privasi dan kerahasiaan pasien sesuai kode etik keperawatan. Beberapa hal terkait dengan isu ini, yang secara fundamental mesti dilakukan dalam penerapan tehnologi dalam bidang kesehatan dalam merawat pasien adalah :
1.      Jaminan kerahasiaan dan jaminan pelayanan dari informasi kesehatan yang diberikan harus tetap terjaga
  1. Pasien yang mendapatkan intervensi melalui telehealth harus diinformasikan potensial resiko (seperti keterbatasan jaminan kerahasiaan informasi, melalui internet atau telepon) dan keuntungannya
  2. Diseminasi data pasien seperti identifikasi pasien (suara, gambar) dapat dikontrol dengan membuat informed consent (pernyataan persetujuan) lewat email.


Sumber :
Monica, elaine L.la. 1998. Kepemimpinan Dan  Manajemen Keperawatan. Jakarta : EGC
http://agung.blog.stisitelkom.ac.id/files/2011/11/Konsep_Manajemen_Perubahan_dan_Tantangan_dan_Transformasi_Perguruan_Tinggi_menghadapi_Globalisasi.pdf